Istidraj adalah sebuah istilah dalam bahasa Arab yang merujuk pada ujian yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umatnya. Mungkin kebanyakan orang belum memahami istilah ini, namun istidraj merupakan sebuah konsep penting dalam ajaran Islam.
Robi Afrizan Saputra dalam bukunya yang berjudul Masya Allah, Hidupmu Luar Biasa, mendefinisikan bahwa istidraj adalah kondisi di mana manusia mempunyai harta atau kenikmatan yang berlimpah, namun ia semakin jauh dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini merupakan bentuk ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dapat membuat seseorang semakin tenggelam dalam kesalahan dan jauh dari petunjuk-Nya.
Istidraj bukanlah hukuman langsung yang datang seketika setelah seseorang berbuat dosa. Namun secara perlahan, Allah Subhanahu wa Ta’ala membiarkan mereka dalam kesesatan sehingga membuat mereka semakin yakin bahwa mereka berada pada jalan yang benar, padahal sebenarnya tidak.
Ciri-Ciri Istidraj
Dikutip dari buku Muhasabah Notaris/PPAT Terhadap Berbagai Kemungkinan Dosa dalam Menjalankan Jabatan Sehari-hari karya Daeng Naja, ciri-ciri istidraj adalah sebagai berikut:
1. Ibadah turun, namun mendapatkan kenikmatan terus-menerus
Seseorang yang sedang diuji dengan istidraj akan mendapatkan kenikmatan secara terus-menerus, namun mereka meninggalkan ibadahnya secara sengaja. Mereka akan merasa bahwa hidup mereka sangat bahagia dan sukses meskipun tidak beribadah dan melakukan amal baik.
2. Melakukan maksiat, namun selalu mendapatkan kesenangan dan kegembiraan.
Ketika maksiat terus dilakukan sedangkan kehidupan di dunianya semakin sukses dan sejahtera, maka hal tersebut merupakan kemurahan hati yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dalam bentuk istidraj.
3. Semakin kikir, namun harta semakin banyak dan bertambah
Banyak orang yang terlalu sayang dengan hartanya sehingga enggan untuk membaginya dalam bentuk sedekah atau zakat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala bermurah hati dengan menjaga hartanya, padahal itu merupakan ciri istidraj.
4. Jarang sakit
Sakit menjadi hal lumrah yang dirasakan oleh setiap orang. Namun untuk orang-orang yang mendapat ujian istidraj biasanya jarang merasakan sakit karena hikmah dari sakit salah satunya adalah meringankan beban dosa yang pernah dilakukan.
5. Sombong dan tinggi hati dengan harta yang dimiliki
Memiliki banyak harta sangat berpotensi untuk sombong dan tinggi hati, merasa paling hebat dan mampu, hingga menganggap orang lain remeh karena tidak memiliki harta yang sebanding.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Di antara tanda-tanda kesengsaraan adalah mata yang beku, hati yang kejam, dan terlalu memburu kesenangan dunia serta orang yang terus-menerus melakukan perbuatan dosa.” (HR Al-Hakim)
Dalil Tentang Istidraj
Penjelasan tentang istidraj ditemukan dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Ayat-ayat ini memberikan penjelasan tentang bagaimana Allah memperlakukan orang-orang yang berbuat dosa. Berikut dalilnya:
Surah Al-An’am ayat 44,
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ ٤٤
Artinya: “Maka, ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan pintu-pintu segala sesuatu (kesenangan) untuk mereka, sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”
Surah Ali Imran ayat 178,
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّمَا نُمْلِيْ لَهُمْ خَيْرٌ لِّاَنْفُسِهِمْ ۗ اِنَّمَا نُمْلِيْ لَهُمْ لِيَزْدَادُوْٓا اِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ ١٧٨
Artinya: “Jangan sekali-kali orang-orang kafir mengira bahwa sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepadanya baik bagi dirinya. Sesungguhnya Kami memberinya tenggang waktu hanya agar dosa mereka makin bertambah dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.”
Surah Az-Zumar ayat 49,
فَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ ٤٩
Artinya: “Apabila ditimpa bencana, manusia menyeru Kami. Kemudian, apabila Kami memberikan nikmat sebagai anugerah Kami kepadanya, dia berkata, “Sesungguhnya aku diberikan (nikmat) itu hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(-nya).”