Larangan Perbuatan Riya dan Sum’ah

by | Dec 16, 2023 | Info

Melakukan perbuatan terpuji dengan maksud orang lain mendengarnya dan memberikan pujian atau apresiasi disebut dengan sum’ah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam buku Dahsyatnya Ikhlas karya Mahmud Ahmad Mustafa.

Dalam buku tersebut dijelaskan, sum’ah adalah termasuk dari bagian perbuatan riya. Istilah sum’ah sendiri berasal dari kata dasar “sami’a” yang artinya “mendengar.”

Kemudian sum’ah diartikan sebagai melakukan amal perbuatan agar orang lain mendengar apa yang diperbuat. Lalu, orang-orang akan memuji dan ia menjadi tenar sebagai orang baik.

Berbeda dari riya yang tujuan utamanya adalah agar orang lain melihat kebaikannya dan memujinya. Sedangkan sum’ah lebih kepada niat untuk melakukan sebuah amalan bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan agar orang lain mendengarnya.

Ibnu Hajar mengatakan, “Adapun sum’ah sama dengan riya. Akan tetapi ia berhubungan dengan indra pendengaran (telinga), sedangkan riya berkaitan dengan indra penglihatan (mata).”

Contoh nyatanya misalnya ketika ada orang yang membaguskan dan memperlama salat karena ingin dilihat orang lain, maka ini yang dinamakan dengan riya.

Sementara itu, jika seseorang tadi beramal karena ingin didengar oleh orang lain, kemudian ia memperindah bacaan Al-Qur’annya sehingga disebut sebagai qari’, maka inilah yang digolongkan sebagai perbuatan sum’ah.

Perbuatan sum’ah dan riya adalah perbuatan yang tercela dan dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 264 yang berbunyi,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ ٢٦٤

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.

Amalan orang yang riya dan sum’ah tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena memang niatnya dia beramal bukan karena mengharap rida-Nya, melainkan rida manusia lain.

Ia lebih ingin amalnya disaksikan oleh manusia daripada disaksikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, orang-orang akan memujinya dan mengecap dirinya sebagai orang saleh.

Amalan yang seperti ini tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika hari pembalasan nanti, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meminta orang-orang yang riya dan sum’ah itu untuk meminta ganjaran kepada manusia-manusia yang dulu ia mengharapkan dari mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Ketika semua orang mendapatkan pembalasan amal salehnya. Allah berfirman kepada orang yang suka riya dalam amalnya, ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang kamu jadikan riya atas mereka, dan lihatlah apakah kamu dapat menemukan balasan dari mereka!'” (HR Ahmad bin Hambal)

Astra Website Security