Segala ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada di dunia ini beserta kehidupan para penghuninya berjalan sesuai ketetapan-Nya. Hal ini dijelaskan dalam surah Al Qamar ayat 49.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ ٤٩
Innā kulla syai’in khalaqnāhu biqadar(in).
Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan ukuran.”
Tafsir Surah Al Qamar Ayat 49
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, surah Al Qamar ayat 49 tersebut menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan ukuran masing-masing untuk makhluk-Nya dan Dia memberi petunjuk kepada semua makhluk-Nya. Kata Ibnu Katsir, karena itulah para imam dari kalangan ahlussunnah menyimpulkan, dalil ayat ini membuktikan akan kebenaran takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdahulu terhadap makhluk-Nya.
Maksud takdir terdahulu ini adalah pengetahuan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang segala sesuatu sebelum kejadiannya dan ketetapan atas mereka itu diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Surah Al Qamar ayat 49 ini semakna dengan firman-Nya dalam surah Al Furqan ayat 2,
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا
Artinya: “dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.”
Lalu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al A’la ayat 1-3,
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ ١ الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوّٰىۖ ٢ وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدٰىۖ ٣
Artinya: “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya), yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,”
Sebab Turunnya Surah Al Qamar Ayat 49
Menurut sebuah hadits yang termuat dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, turunnya surah Al Qamar ayat 49–dan ayat 48–berkenaan dengan keadaan umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di akhir zaman yang kelak mendustakan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadits tersebut diriwayatkan Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Sahl ibnu Saleh Al-Intaki, dari Qurrah ibnu Habib, dari Kinanah, dari Jarir ibnu Hazim, dari Sa’id ibnu Amr ibnu Ja’dah, dari Ibnu Zurarah, dari ayahnya, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau membaca firman-Nya:
(Dikatakan kepada mereka), “Rasakanlah sentuhan api neraka.” Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya. (Al-Qamar: 48-49)
Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
فِي أُنَاسٍ مِنْ أُمَّتِي يَكُونُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ يُكَذِّبُونَ بِقَدَرِ اللَّهِ
Artinya: “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sebagian dari umatku yang kelak ada di akhir zaman, mereka mendustakan takdir Allah.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah RA, orang-orang musyrik Quraisy mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mendebat masalah takdir. Maka turunlah surah Al Qamar ayat 48-49. Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah turut meriwayatkan hal serupa dari hadits Waki’, dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama.
Inti Takdir Allah
Mengutip penjelasan dalam kitab Al-Qadaru fi Dhau-i al-Kitab wa Al-Sunnah karya Muhammad Fathullah Kulan, permasalahan takdir memiliki dua inti. Pertama, takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menetapkan segala sesuatu dengan Allah Yang Maha Luas. Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan takdir jenis ini terhadap seluruh bentuk ciptaan-Nya.
Kedua, takdir berkaitan erat dengan kehendak makhluk-Nya (manusia). Contoh takdir jenis ini adalah pemahaman Nabi Musa ‘Alaihis Salam yang kemudian membuatnya mengajukan argumentasi tentang alasan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan Nabi Adam ‘Alaihis Salam dari surga. Sementara itu, kata Muhammad Fathullah Kulan, Nabi Adam ‘Alaihis Salam memandang takdir ke dalam dua jenis tersebut.
Hal tersebut membuatnya berani berargumen kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam bahwa ia keluar dari surga itu karena takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.