Pelaksanaan ibadah haji 2024 segera digelar. Permasalahan soal makanan sering kali menjadi isu tahunan. Kementerian Agama (Kemenag) ungkap mengapa hal itu terjadi.
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag Subhan Cholid mengatakan selama ibadah haji, jemaah mendapat 127 kali makan. “Petugas juga deg-degan 127 kali,” ujarnya saat mengisi materi di Bimbingan Teknis Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Sabtu (24/3/2024).
Para petugas khususnya di layanan konsumsi khawatir apa yang mereka sajikan tidak bisa disukai para jemaah. “Kami tidak mungkin memenuhi selera lidah 213 ribu orang (jemaah reguler-red), mohon maaf,” ujarnya.
Subhan mengungkapkan dulu pernah diberlakukan menu makanan berdasarkan cita rasa tiap zona wilayah. Namun hal itu sulit diteruskan karena cukup merepotkan.
“Rumitnya tidak karuan. Semua harus memahami bahwa makanan para jemaah berdasarkan kebutuhan nutrisi bukan kuliner,” kata Subhan.
Selain soal cita rasa makanan, distribusi pun bisa menjadi masalah tersendiri. Untuk sarapan, tim konsumsi harus masak sejak tengah malam. “Kalau jam 2 dini hari, lampu dapur masih mati, tanda-tanda terlambat,” ujar Subhan.
Selanjutnya makanan yang sudah dimasak didistribusikan ke setiap kloter, lalu diterima ketua rombongan. Targetnya jemaah menerima makanan itu sekitar pukul 6-7 pagi.
“Di box sudah tertulis kalau makanan paling lambat dikonsumsi jam 10, kalau lebih dari jam 10 bahaya, ” tuturnya.
Namun sering kali ada kasus jemaah telat menerima makanan karena ketua rombongan lupa membagikan makanan yang diterima karena pergi ke masjid untuk beribadah.
“Ini persoalan sederhana, namun selalu jadi isu nasional. Pihak kloter atau rombongan harus paham, soal distribusi makanan jadi tanggung jawab mereka juga,” ujar Subhan.
Kendala lain yang dihadapi adalah soal ketersediaan bahan baku. Pihak Kemenag mengaku cukup kesulitan menyediakan bahan baku yang sama bagi 213 ribu orang.
“Keterbatasan kami adalah bahan baku. Puluhan tahun lalu ada istilah haji buncis. Karena sering ketemu buncis setiap makan,” selorohnya.
Untuk memasak menu makanan cita rasa Indonesia, kata Subhan, Kemenag mendatangkan chef dari Indonesia. “Namun persoalannya pemerintah Arab Saudi melarang tenaga kerja untuk chef ini dari Indonesia saja. Jadi ya ada chef dari negara lain,” ungkapnya.
Dengan semua kendala yang ada, Subhan menegaskan Kemenag akan tetap maksimal melayani jemaah terkait konsumsi selama di Arab Saudi.
“Menu kita susun sedemikian rupa dari Senin sampai Ahad ada, tidak akan ketemu menu yang sama. Menunya baru ketemu minggu depan lagi, kita sudah cek stok di pasar,” ujarnya.
Permasalahan konsumsi ini sesuai dengan data BPS. Meski tidak mengungkap persentasenya, Direktur Sistem Informasi Statistik BPS Joko Parmiyanto mengatakan soal makanan memang masih menjadi keluhan jemaah.
“Ya itu, soal menu, rasa, namun tren indeks kepuasannya meningkat,” ujarnya.